Inilah hukumnya

WAJIBNYA MENGHORMATI NABI SAW DALAM KEADAAN HIDUP ATAU TELAH WAFAT

Setiap Muslim diperintahkan oleh Allah untuk menghormati, mengagungkan, mencintai dan memuliakan Rasulullah saw.
 
Hal-hal tersebut terdapat didalam Al-Qur’an, antara lain:
 
Ayat Pertama: 

فَالَّذِينَ آَمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
 “……Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. 7 :157)

Kalimat وَعَزَّرُوْهُ dalam ayat ini bermakna memuliakannya (Nabi saw), maka salah satu cara untuk memuliakan Nabi saw adalah mengadakan peringatan Maulid.

Ayat Kedua:

وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ
“…..dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah…” (Qs. 14: 5)

Didalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Musa as untuk mengingatkan kaumnya dengan “ Hari-hari Allah (بِأَيَّامِ اللهِ)”. yang dimaksud dengan “Hari-hari Allah” bukan berkenaan dengan zaman/masa, tetapi yang dimaksud adalah mengingat tragedi yang besar dimasa lalu, karena kata “Hari-hari” menerangkan keadaan dari kejadian-kejadian tersebut, baik itu hari kenikmatan atau hari bencana.

Jika seseorang mengenang nikmat-nikmat Allah yang diberikan padanya maka orang tersebut mengamalkan perintah Allah didalam ayat ini. Lantas apakah ada nikmat Allah yang lebih besar dari pribadi agung Rasulullah saw? Apakah bisa dikatakan bid’ah orang yang mengingat nikmat yang terbesar tersebut?

Merayakan Maulid Nabi saw adalah salah satu cara mengenang nikmat Allah yang terbesar. Untuk lebih jelas memahami makna “Hari-hari Allah(أَيَّامِ اللهِ) ” Silahkan Rujuk :

1. Tafsir Al-Kassyaf karya Zamakhsyari Al-Mu’tazili, jilid 2 hal 519, Terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet.pertama, tahun 1995

2. Ad-Durrul Mantsur, karya As-Suyuthi As-Syafi’I, jilid 5 hal 6, terbitan Dar Al-Fikr, tahun 1993

3. Tafsir Al-Kabir, karya Al-Fakhrur Razi As-Syafi’i, jilid 10 hal 90, terbitan Darul Fikr, tahun 2002

4. Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, Karya Al-Qurthubi Al-Maliki, terbitan Darul Fikr, tahun 2005

Ayat ketiga:

وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا 
“Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali “ (Qs. 19 :15).

Hari kelahiran didalam kehidupan para Nabi as termasuk hari yang penting dan diberkahi, Allah swt telah memberikan salam kepada Nabi Yahya as di hari kelahiran beliau. kita semua berkeyakinan bahwa Rasulullah saw, paling mulia diantara para Nabi dan Rasul, maka wajib hari kelahiran beliau lebih mulia dari hari-hari kelahiran para Nabi dan Rasul yang lain.

Apakah dikatakan Bid’ah jika merayakan Maulid seorang manusia yang lebih mulia dari Nabi Yahya as?

Allah swt berfirman:

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ
“ Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri…” (Qs. 33 : 6).

Jika seorang mukmin mengutamakan dirinya atau orang lain dan tidak mengutamakan Nabi saw diatas mereka, maka orang tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai orang yang beriman, sebagaimana dapat kita lihat pada ayat diatas dan juga diperjelas dengan hadis dalam kitab berikut:

1. Shahih Bukhari, jilid 1 hal 17, terbitan Darul Kutub Ilmiyyah, cet.pertama, 1998

2. Shahih Muslim, jilid 1 hal 44, terbitan Darul Fikr, tahun 1992

3. Sunan An-Nasai, Tahqiq Al-Albani, Jilid 3 hal 348, Maktabah Al-Ma’arif, cet.pertama, tahun 1998

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّم) : لا يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى أكُوْنَ أحَبُّ إلَيْهِ مِنْ مَالِهِ وَأهْلِهِ وَالنَّاسِ أجْمَعِيْنَ
Rasulullah saw bersabda: “Tidak beriman seorang diantara kalian sehingga Aku lebih dicintai (diutamakan) dari dirinya sendiri, hartanya,dan keluarganya serta semua manusia”.

Merayakan maulid Nabi saw adalah salah satu cara mengutamakan dan memuliakan seorang manusia yang telah diberi keutamaan oleh Allah swt diatas segenap makhluk-Nya, apakah hal ini dapat dikatakan bid’ah?

Bagaimana menilai sesuatu itu bid’ah atau tidak?

Jawab: Jika sesuatu itu tidak memiliki dalil atau nash dalam Al-Qur’an dan Hadis maka ia adalah bid’ah, namun Jika sesuatu tersebut memiliki dalil atau nash didalam Al-Qur’an dan Hadis maka hal tersebut bukanlah merupakan bid’ah bahkan ia adalah Sunnah.

Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis-hadis diatas adalah merupakan dalil atas wajibnya memuliakan Rasulullah saw serta mengutamakan Nabi saw diatas diri kita sendiri, harta, keluarga serta semua manusia yang merupakan tanda keimanan seseorang, dengan kata lain merayakan Maulid Nabi saw adalah salah satu tanda bagi seseorang untuk dapat digolongkan sebagai mukmin.

Adapun sekelompok orang yang menganut satu Aliran / Madzhab yang kaku lagi KELIRU yang menisbatkan Aliran/Madzhab mereka pada Ahlu Sunnah wal jama’ah, mereka mengatakan bahwa dalil atau nash diatas tidak menunjukan hal tersebut, bahkan Maulid dikatakan sebagai bid’ah, dengan BERDALIH sebagai berikut :

1. Adakah perintah merayakan Maulid dalam Al-Qur’an ?

2. Apakah Nabi saw dan atau para sahabat/salaf pernah melakukan hal tersebut? karena Sunnah Nabi saw adalah : “ Perkataan, perbuatan dan perintah Rasulullah saw “

Jawab :
Kedua pertanyaan diatas timbul dikarenakan kekeliruan dalam memahami dalil atau nash dan juga kekeliruan dalam memahami Sunnah.

Mereka ingin merayakan Maulid hanya jika tercantum perintah “RAYAKANLAH MAULID NABI saw” didalam Al-Qur’an dan Hadis, atau adanya Riwayat dalam Hadis yang menceritakan bahwa Nabi saw dan atau para sahabat/salaf merayakan Maulid.

Dalam memahami dalil atau nash tidaklah selalu harus kaku atau hanya dari Harfiyahnya saja. tetapi kita mesti memahami nash atau dalil sebagai dasar dari suatu amal perbuatan yang berhubungan dengan keagamaan. Seperti yang akan dijelaskan dibawah ini :

Kita ketahui bahwa syari’at mewajibkan kita untuk mendidik dan mengajarkan anak-anak kita, namun dalam hal cara mendidiknya, agama menyerahkannya kepada kita dan sesuai dengan zaman kita masing-masing.

Contoh : diwajibkan bagi kita mendidik anak-anak berkenaan dengan Al-Qur’an, adapun mengenai cara mendidiknya, bisa kita sesuaikan dengan perubahan zaman, seperti: dibolehkan bagi kita menggunakan komputer, CD, VCD, proyektor sebagai media / alat dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak kita, yang mana dizaman Nabi dan para sahabat tentunya komputer dan alat-alat tersebut belum ada.

Jadi jelas bahwa mendidik anak adalah dasar dari dalil atau nash sedangkan cara-cara mendidiknya sesuai dengan perubahan zaman dan hal ini bukanlah bid’ah.

Begitu Juga contoh berikut pada Surat Al Anfaal ayat 60 (Qs. 8 : 60) :

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُون
“dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.

Mempersiapkan kekuatan untuk membela serta menjaga agama Allah untuk menggentarkan musuh yang diketahui maupun yang tidak diketahui, merupakan dasar yang ada didalam Al-Qur’an, dan ini merupakan dalil atau nash yang jelas, tentang wajibnya hal tersebut, namun cara-caranya sesuai dengan zaman masing-masing, di zaman Rasulullah saw menggunakan tombak, panah, baju perang, perisai sebagai senjatanya dan kuda-kuda sebagai kendaraan perangnya, namun di zaman sekarang ini, senapan, pistol, nuklir, rudal dsb sebagai senjatanya serta tank-tank dan pesawat sebagai kendaraan perangnya. Jika di zaman ini muslimin menggunakan panah dan tombak dan bukan rudal ataupun nuklir dan lain sebagainya, maka musuh Islam bukan menjadi gentar melainkan tertawa geli.

Jadi secara tegas, jawaban bagi pertanyaan Madzhab/Aliran yang kaku lagi keliru yang menisbatkan diri mereka kepada Ahlusunnah wal Jama’ah adalah:

1. Ada nash didalam Al-Qur’an yang menjadi dasar perayaan Maulid Nabi yaitu (Qs. 7:157)

2. Kita bisa kembali bertanya kepada mereka: “Adakah riwayat yang menyatakan bahwa Nabi dan atau para sahabat pernah menyiapkan senapan, BOM, nuklir, pesawat tempur sebagai kekuatan untuk menjaga dan membela agama?” jika tidak, apakah hampir semua muslimin didunia ini melakukan bid’ah dengan mempersiapkan senapan , bom, pesawat dll sebagai kekuatan bagi membela dan menjaga Islam? sbg tambahan apakah nabi saw pernah memerintahkan sahabat untk melakukan adzan dgn pengeras suara? sbgmn yg dilakukan skrg di mekah dan madinah

Juga Hadis Nabi berikut ini, yang diriwayatkan didalam kitab:

1. Sunan Ibn Majah, Tahqiq Al-Albani, hal 53-54, terbitan Maktabah Al-Ma’arif, cet.kedua, tahun 2008. Al-Albani berkata: Hasan Shahih

2. Musnad Ahmad, Tahqiq Syuaib Al-Arnauth, Jilid 31 hal 536, terbitan Muassasah Ar-Risalah, cet.kedua, tahun 2008. Al-Arnauth berkata: Hadis Shahih

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ (ص): « مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهَا وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
Rasulullah saw bersabda: “ Barang siapa yang mengadakan Sunnah yang baik kemudian dikerjakan oleh orang-orang setelahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala siapapun yang mengerjakannya (Sunnah tersebut) tanpa mengurangi pahala orang tersebut”.
 
Apakah kita diperintahkan untuk mengadakan Sunnah yang kita buat sendiri atau sunnah yang memiliki asal muasal dari Al-Qur’an dan Hadis (Sunnah Allah dan Rasul-Nya)?

Tentunya jawabannya adalah Sunnah yang memiliki asal muasal dari Al-Qur’an dan Hadis, seperti berdakwah melalui televisi dan Internet yang merupakan sunnah yang tentunya tidak kita jumpai riwayat yang menceritakan Rasulullah saw dan para Sahabat tampil di televisi dan berdakwah melalui Internet.

Dengan demikian Maulid bukanlah sebagai bid’ah melainkan Sunnah hasanah.

Pada zaman sahabat Nabi saw, mereka memiliki cara sendiri dalam memuliakan Nabi, seperti : 

Dalam kitab Shahih Bukhari, Jilid 4 hal 182-183, terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet.pertama, 1998:
Diriwayatkan dari Anas (bin Malik), bahwa Ummu Sulaim biasa membentangkan tikar dari kulit untuk Nabi saw, lalu beliau istirahat siang di atas tikar tersebut, Anas melanjutkan; "Apabila Nabi saw telah tidur, maka Ummu Sulaim mengambil keringat dan rambut beliau saw yang terjatuh dan meletakkannya di wadah kaca, setelah itu ia mengumpulkannya di sukk (ramuan minyak wangi), Tsumamah berkata; 'Ketika Anas bin Malik hendak meninggal dunia, maka dia berwasiat supaya ramuan tersebut dicampurkan ke dalam hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit), akhirnya ramuan tersebut diletakkan di hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit)."

Dalam kitab yang sama, jilid 1 hal 88-89:
Diriwayatkan dari Al Hakam: aku pernah mendengar Abu Juhaifah berkata, "Rasulullah saw pernah keluar mendatangi kami di waktu tengah hari yang panas. Beliau saw lalu diberi air wudlu hingga beliau saw pun berwudlu, orang-orang lalu mengambil sisa air wudlu beliau saw seraya mengusap-usapkannya. Kemudian Nabi saw shalat zhuhur dua rakaat dan 'ashar dua rakaat sedang di depannya diletakkan tombak kecil."
Abu Musa berkata, "Nabi saw meminta bejana berisi air, beliau lalu membasuh kedua tangan dan mukanya di dalamnya, lalu menyentuh air untuk memberkahinya seraya berkata kepada keduanya (Abu Musa dan Bilal): "Minumlah darinya dan usapkanlah pada wajah dan leher kalian berdua."

Dalam kitab Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari, karya Al-Aini, jilid 7 hal 166, terbitan Darul Fikr, cet.pertama, tahun 2005:
Guru Al-Aini yaitu Badrud Din berkata: “Abu Hurairah telah meminta kepada Al-Hasan (bin Ali bin Abi Thalib) ra agar membukakan untuknya tempat yang pernah dicium oleh Rasulullah saw, yaitu bagian tengah perut Al-Hasan ra, lalu Abu Hurairah mencium bagian tersebut untuk mengambil keberkahan dengan bekas (ciuman Rasulullah saw) dan mengambil keberkahan dari keturunan beliau saw.

Cara memuliakan Nabi saw seperti yang dilakukan sahabat tersebut dapat dikatakan mustahil kita lakukan (yaitu menyimpan rambut Nabi saw, meminum bekas wudhu beliau saw dll) dikarenakan ketiadaan sosok Rasulullah saw dizaman kita, sehingga perayaan Maulid adalah salah satu cara kita dizaman ini untuk memuliakan beliau saw . 

Adapun orang yang mengadakan Maulid dengan cara membaca Maulid Barzanji, Maulid Habsyi, Maulid Diba’ atau melantunkan jenis-jenis Sholawat adalah merupakan cara-cara yang bertujuan memuliakan Rasulullah saw dan ungkapan kecintaan kepada beliau saw.

Hal baru yang tidak ada dizaman Nabi saw tetapi berhubungan dengan keagamaan tidaklah selalu dikatakan sebagai bid’ah karena jikalau hal tersebut memiliki dasar dari Al-Qur’an dan Sunnah maka disebut Sunnah hasanah.

Allah swt berfirman dalam Surat Al-Ma’idah ayat 114 (Qs 5 : 114) :

قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِأَوَّلِنَا وَآَخِرِنَا وَآَيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan Kami turunkanlah kiranya kepada Kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi Kami Yaitu orang-orang yang bersama Kami dan yang datang sesudah Kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah Kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama".

Peristiwa diturunkannya hidangan dari langit menjadi Hari Raya (I’ed) bagi umat Nabi Isa as, baik disaat Nabi Isa as masih hidup atau setelah wafat. 
Jika hal yang berkenaan dengan peristiwa diturunkannya MAKANAN dari langit dijadikan sebagai Hari Raya (yang selalu diperingati), lalu apa salahnya memperingati kelahiran Pemimpin para Nabi dan Rasul yang suci, yang tidak lain Allah swt mengutus beliau saw menjadi RAHMAT bagi Alam semesta (Qs. 21:107)?
Peringatan /perayaan Maulid Nabi saw merupakan bentuk kecintaan kita kepada beliau saw dan juga sebagai salah satu bukti bahwa kita telah MEMULIAKAN beliau Saw serta menjadi perantara kita didalam mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an Surat Al Maa’idah ayat 35 (Qs. 5 : 35) :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”.
Saudara-saudara yang kami cintai, pertahankanlah acara ritual yang merupakan Sunnah hasanah ini (Maulid Nabi saw), janganlah kita diperdayai oleh Suatu Madzhab/ Aliran yang menisbatkan dirinya pada Ahlu Sunnah wal jama’ah yang akan membumi hanguskan Sunnah hasanah ini (Maulid) di Negara kita.
*** Bagi siapa saja yang masih PEDULI dan MENCINTAI Rasulullah SAW, kami mengharap agar Tulisan ini diperbanyak dan disebarluaskan kepada orang lain.

Lebih baru Lebih lama