Ta'aruf




Taaruf adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.
Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan.

Proses taaruf

Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi,taaruf bukanlah bermesraan berdua,tapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkn sebuah perjalanan panjang brdua. ta'aruf adalah proses saling kenal mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan syar'i

Tujuan Taaruf

Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting, misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang saksama, bukan cuma sekadar curi-curi pandang atau melihat fotonya. Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung, bukan melalui media foto, lukisan, atau video. Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat.

 Taaruf Menuju Kepada kejenjang Pernikahan

 Ternyata menikah itu adalah satu di antara sekian amalan yang dilakukan para nabi dan rasul. Tidak ada seorang nabi pun yang diutus melainkan Allah memberinya seorang istri dan juga keturunan. FirmanNya:
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.”(QS. ar-Ra’du: 38).
Imam ath-Thabary dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Allah tidak menjadikan para nabi dan rasul seperti malaikat. Mereka makan, minum dan menikah serta memiliki keturunan. Ketika ada seseorang yang bertekad untuk beribadah terus menerus dan tidak mau menikah, Rasulullah saw. menegurnya dan mengatakan:
وَاللَّهِ إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى
“Demi Allah! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa di antara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, aku menikahi para wanita, siapa saja yang berpaling dari sunahku maka bukan golonganku.”(HR. Bukhari).
Karenanya dalam ajaran Islam tidak ada tempat bagi tabattul, membujang dengan maksud untuk beribadah kepada Allah. Rasulullah saw. telah melarang tabattul dengan larangan yang tegas. Bahkan menikah itu sendiri merupakan anjuran dari Allah SWT. dan RasulNya. Allah memerintahkan kaum pria untuk menikahi wanita yang baik yang mereka sukai.
“Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi”(QS. an-Nisa: 3).
Tentu saja Allah menjanjikan bantuan dan pertolonganNya pada orang-orang yang mengerjakan amal istimewa ini. Di antaranya orang yang menikah itu telah memiliki ikatan yang kaut (mitsaqan ghalidzan) yang setara dengan ikatan para nabi dan rasul kepada Allah SWT. FirmanNya:
“…sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.”(QS. an-Nur: 21).
Jadi sungguh amat luar biasa. Akad nikah yang pernah kita lakkukan ternyata setara dengan komitmen para nabi dan rasul. Lalu yang tak kalah penting, Allah SWT. menjanjikan limpahan rizki bagi siapa saja yang melangsungkan pernikahan. FirmanNYa:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.”(QS. an-Nur: 32).
Sungguh beruntung dan luar biasa orang-orang yang telah menikah. Sudahlah disejajarkan dengan para nabi dan rasul, dijanjikan pula rizki yang berlimpah. Subhanallah! Bagi belum menikah, jangan tunda lagi karunia ini. Pantaskan diri untuk mendapatkan keberlimpahan berkah dan rizki melalui pernikahan. Bukan dengan berpacaran atau bebas dalam pergaulan.

 KEUTAMAAN MENIKAH - Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Artinya: "Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!" Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya: "Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?" Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa?"Jawab para shahabat: "Ya, benar". Beliau bersabda lagi: "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!". [Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih].

Itulah cara Islam menjaga harkat dan martabat manusia agar tak menjadi hina. Bagi Islam, lebih mulia pulang ke rumah untuk menyenangkan suami daripada berada di jalanan dengan pria/wanita bukan muhrim dan tidak halal. Dan yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar dapetin anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Coba dah dibayangin aja kalo semua orang boleh bebas memilih dan wanita boleh tidur dengan siapa saja yang ia pilih tanpa ada ikatan pernikahan dan komitmen kepada Allah SWT. Rasanya jauh dari harapan untuk bisa keluar dari rahimnya anak-anak yang sholeh yang kelak bisa membawa agama ini untuk kemaslahatan dunia dan seisinya.

Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Artinya; “Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi." [Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim]

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya, Artinya: “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya." [Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu 'anhu].
Lebih baru Lebih lama